Konser
Puisi di Fakultas Adab
Setiap
Kamis pagi, sekitaran pukul 09.00 dan pukul 10.00, di taman Fakultas
ada sebuah pertunjukan menarik yang menyedihkan, yaitu pertunjukkan
pembacaan puisi. Pembacaan puisi mingguan itu rutin dilakukan
semenjak beberapa bulan terakhir. Mereka membacakan puisi beberapa
penyair terkenal di Indonesia, diantaranya Sapardi, Chairil Anwar,
Gus Mus, Rendra, dan semacamnya. Hal itu sungguh menarik, mengingat
Fakultas Adab secara harfiah berarti Fakultas sastra, dimana pusat
kesastraan UIN Sunan Kalijaga adalah Fakultas Adab. Namun, ada
beberapa hal yang menyedihkan dan bahkan sampai pada kata
memprihatinkan. Penyebabnya adalah kurangnya minat dan apresiasi
warga Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, yang ermasuk warga disini adalah
para Mahasiswa, Ormawa, dan para dosen.
Dalam
hal ini, seharusnya yang sangat berperan adalah Organisasi Mahasiswa
(Ormawa). Hal itu dikarenan jajaran Ormawalah yang seharusnya
menampung segala keinginan mahasiswa. Konser puisi tersebut jika
dilihat secara sekilas memang terkesan biasa-biasa saja, tidak ada
yang wah. Penyebab utamanya adalah Ormawa tidak mewadahi mereka.
Kesan
selanjutnya yang muncul adalah ‘guyonan’. Mereka membaca puisi
dengan seadanya, tidak perduli dengan makna puisi dan mengesampingkan
nilai estetis puisi. Ini yang paling menyedihkan. Misalnya saja
membacakan sajak “Hai Ma,” karya Rendra, mereka membacakannya
dengan tanpa mempertimbangkan makna puisi tersebut, sekedar baca,
sedikit teriak, berjalan-jalan, dan ketika selesai, tepuk tangan pun
menyambut turunnya sang pembaca, namun yangmemberi tepuk tangan itu
dari mereka-mereka sendiri, seakan hadiah yang diberikan kepada
pembaca karena telah maju, dan dikatakan sang pembaca telah mempunyai
mental – mental orang gila atau mental penyair? – yang bagus.
Sepintas memang mereka terlihat “sok penyair”, “sok sastrawan”
Yang
menyedihkan berikutnya adalah kesan mengganggu. Secara langsung
memang ini menyakitkan bagi pembaca puisi, namun memang sebagian dari
mahasiswa atau dosen merasakan ini. Seolah konser puisi di taman
fakultas adalah pengganti demo. Memang pada jam-jam seperti itu ada
perkuliahan, dan suara konser puisi itu seolah suara para pendemo
yang tidak penting dan mengganggu perkuliahan. Pertanyaan yang muncul
dari sini adalah apakah benar ini fakultas sastra kalau orangnya
tidak suka sastra? Ini belum menyangkut pelegalan mereka. Ketika
mereka dikatakan komunitas yang illegal, maka boleh jadi jika mereka
yang tidak suka akan memanggil satpam dan mengusir mereka.
Namun,
akan berbeda jika Ormawa telah menfasilitasi mereka. Mungkin dari
segi artistik akan diperindah, diberikan tempat khusus bagi mereka,
diberi jam khusus bagi mereka, member latihan kepada mereka tentang
pembacaan puisi, apalagi jika mereka mendapat restu dari dosen.
Setidaknya cap “pengganggu” yang mereka dapat telah hilang.
0 Responses to "Konser Puisi di Fakultas Adab"
Post a Comment