PELATIHAN
JURNALISTIK OLEH BEM-F ADAB
Pelatihan
jurnalistik yang baru saja diselenggarakan di fakultas Adab dan Ilmu
Budaya (FADIB), merupakan salah satu agenda dari Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM-F) FADIB. Acara pelatihan ini diselenggarakan kemarin
pada tanggal 19 oktober 2013 yang dibuka dengan sambutan bapak Patah
selaku PD III FADIB. Selain membuka acara pelatihan tersebut beliau
juga memberikan sedikit motifasi kepada para peserta untuk berkarya.
Pelatihan jurnalistik yang bertempat di Gedung Teaterikal Adab ini
mengusung tema “BERKARYA
DALAM SASTRA dan BERSASTRA DALAM KARYA”,
dengan tujuan mengembalikan FADIB pada khasanah kesusastraan.
Setelah
mendengarkan sambutan dari PD III, para peserta yang dalam hal ini
adalah mahasiswa Fakultas Adab menunggu seorang narasumber yang di
minta panitia untuk sedikit berbagi pengalaman di bidang jurnalistik.
Ada tiga narasumber pada acara ini, yaitu; Yasser Arafat (Peresensi
Buku), Akhiriyani Sundari (Ketua Komunitas Matapena), dan Evi Idawati
(Penyair). Narasumber pertama yaitu Yasser Arafat, beliau menjelaskan
apa itu resensi buku. Menurut pandangan beliau meresensi buku itu
sama halnya dengan membaca buku lalu menuliskannya menjadi sebuah
lapuran yang enak dibaca. Beliau juga menjelaskan bahwa menulis
resensi buku tidak jauh berbeda dengan bercerita atau kita
menceritakan sebuah buku dengan cara kita sendiri, lalu dituliskan
dengan bahasa cerita.
Adapun
langkah-langkah yang yang beliau terangkan dalam meresensi buku
yaitu: Pertama: membaca judul dan anak judul buku. kedua: membaca
kata pengantar dan pendahuluan pada buku ang akan diresensi. ketiga:
membaca bab atau sub-bab yang sekiranya menarik. Apabila dari ketiga
cara diatas belum mendapatkan apa-apa maka yang: keempat: menyalin
pikiran utama pada buku tersebut dengan bahasa sendiri. Dalam hal ini
bahasa yang digunakana adalah bahasa santai yang sekiranya enak
dibaca khalayak umum. Adapun hasil dari materi ini peserta diminta
untuk membuat tulisan bebas, semua peserta sangat antusias untuk
membuat tulisan bebas. Tepat pukul 11:30 semua peserta diistirahatkan
karena memang waktu istirahat, dan tepat pukul 12:30, narasumber
kedua, Akhiriyani Sundari. Beliau menjelaskan tentang bagaimana
menulisesai. Pada materi ini peserta kurang antusias, karena suasana
yang kurang mendukung. Banyak peserta yang dalam hal ini mulai
mengantuk. Akan tetapi sama sekali pemateri tidak mengeluh untuk
membagikan pengalamannya dalam dunia jurnalistik, sampai pada akhir
materi beliau memerintahkan kepada peserta untuk membuat tulisan
dalam bentuk esai.
Rehat
kedua pun tiba, para peserta keluar ruangan dan kembali masuk pada
pukul 13:30 guna melanjutkan pelatihan berikutnya. Evi Idawati dalam
hal ini yang memberikan materi terakhir. Antusias para peserta
kembali muncul, karena beliau menjelaskan tentang puisi. Beliau
memulai materi dengan menjelaskan bagaimana menulis puisi yang baik,
menghayati sebuah puisi, sampai pada tahapan yang paling susah dalam
menulis puisi, yaitu mengenai bagaimana menulis puisi yang utuh,
sederhana, dan memilikiruh. Setelah sekian banyak penjelasan, sesi
Tanya jawab pun dimulai, salah satu peserta bertanya bagaimana untuk
menuliskan apa yang kitalihat, kita dengar, kita fikirkan, dan kita
rasakan dalam hati menjadi puisi yang baik, beliau menjawab semuanya
itu harus dileburkan menjadi satu, lalu akan muncul gagasan ataupun
ide baru untuk dijadikan puisi. Banyak sekali pertanyaan yang
diajukan karena memang para peserta sangat antusias dalam mengikuti
pelatihan yang di-narasumberi oleh beliau.
Setelah
sesi Tanya jawab para peserta diminta untuk menulis puisi dengan
judul “ibu”. Kemudian para peserta membacakannya satu persatu dan
dibedah langsung oleh Evi. Saat koreksi puisi beliau juga menerangkan
perlunya pemadatan kalimat maupun diksi dan metafor yang digunakan
harus benar-benar sesuai dengan makna yang dimaksud oleh penulis
puisi itu, yang mana kesemua itu berpengaruh penting dalam menulis
puisi, sehingga menjadi puisi yang utuh dan memiliki ruh. “Puisi
adalah menghidupkan sesuatu yang mati, sehingga sesuatu itu memiliki
makna karena puisi yang ditulis oleh seorang penyair”. Ujarnya.
Jika
dilihat dari segi kualitas acara pelatihan jurnalistik tersebut
sangatlah bagus, karena memiliki tujuan untuk mengembalikan khasanah
sastra di FADIB Khususnya dan UIN Sunan Kalijaga umumnya. Akan
tetapi, ada beberapa kekurangan pada acara tersebut,
Pertama, kurangnya peserta. Hal itu dikarenakan karena kurangnya sosialisasi dari panitia sehingga peserta yang ikut kurang maksimal. Kedua, banyak waktu kosong pada saat acara, sehingga setiap pergantian materi selalu molor. Terlepas dari kekurangan-kekurangan tersebut, Muhammad Syamwil (SI/3), berpendapat bahwa acara tersebut sangat bagus, karena mengenalkan dunia jurnalistik kepada mahasiswa, yang mana ini tidak ditemui dalam perkuliahan. Panitia pun menyadari kekurangan tersebut, namun acara tersebut tidak begitu saja berakhir. Panitia akan menindaklanjuti dengan cara membuat karya jurnalistik yang khusus untuk BEM-F FADIB. Acara berakhir tepat pukul 17:30 dan ditutup dengan bersalaman antara peserta dan panitia.
Pertama, kurangnya peserta. Hal itu dikarenakan karena kurangnya sosialisasi dari panitia sehingga peserta yang ikut kurang maksimal. Kedua, banyak waktu kosong pada saat acara, sehingga setiap pergantian materi selalu molor. Terlepas dari kekurangan-kekurangan tersebut, Muhammad Syamwil (SI/3), berpendapat bahwa acara tersebut sangat bagus, karena mengenalkan dunia jurnalistik kepada mahasiswa, yang mana ini tidak ditemui dalam perkuliahan. Panitia pun menyadari kekurangan tersebut, namun acara tersebut tidak begitu saja berakhir. Panitia akan menindaklanjuti dengan cara membuat karya jurnalistik yang khusus untuk BEM-F FADIB. Acara berakhir tepat pukul 17:30 dan ditutup dengan bersalaman antara peserta dan panitia.
0 Responses to "Berkarya dalam sastra, bersastra dalam karya"
Post a Comment